Minggu, 25 Desember 2016

Nyadran dan Megengan: Memetik Intisari Islam dari Sebuah Tradisi





           Masyarakat Indonesia mayoritas adalah muslim, berbagai acara atau tradisi menyambut Ramadhan banyak digelar di segala penjuru nusantara. Tentu saja berbeda-beda caranya namun semangatnya tetap sama, yakni merupakan bentuk ucap syukur serta kegembiraan umat muslim akan datangnya bulan puasa. Umat islam di segala penjuru tanah air punya tradisi dan cara unik tersendiri dalam menyambut datangnya bulan suci ini. Bulan penuh berkah dan maghfirah ini di sambut dengan suka cita dengan cara yang sangat beragam. Ada yang menggelar karnaval, menyembelih hewan dan masih banyak lagi. Ternyata kebiasaan para pendahulu kita di masa lampau masih menjadi tradisi sampai saat ini.
***
        

         Sehari sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, di daerah saya tepatnya daerah bersejarah bernaungnya Raja Ken Arok dan Ken Dedes yaitu Singosari, Kabupaten Malang masih lekat adanya tradisi nyadran. Dalam http://jv.wikipedia.org/wiki/Nyadran menjelaskan bahwa  Nyadran iku salah siji prosèsi adat budhaya Jawa awujud kagiyatan setaun sepisan ing sasi Ruwah wiwit saka resik-resik saréan leluhur, mangsak panganan tertamtu kaya déné apem, ater-ater lan slametan utawa kenduri. Jeneng nyadran iki asalé saka tembung sraddha, nyraddha, nyraddhan, banjur dadi nyadran. Terjemahnya dalam bahasa Indonesia kurang lebih, ‘Nyadran adalah salah satu prosesi adat jawa dalam bentuk kegiatan tahunan di bulan ruwah (sya’ban), dari mulai bersih-bersih makam leluhur, masak makanan tertentu, seperti apem, bagi-bagi makanan, dan acara selamatan atau disebut kenduri. Nama nyadran sendiri berasal dari kata Sradha – nyradha – nyradhan, kemudian menjadi nyadran.

             Masyarakat setempat berziarah ke makam sanak familinya. Selain mendoakan mayit, mereka juga membersihkan rumput-rumput ilalang di makamnya lalu menyirami tanahnya dengan air agar tetap lembab dan menaburinya dengan bunga. Di dalam Alquran memang tidak ada istilah “nyadran”. Ada pula yang mengatakan bahwa nyadran merupakan tradisi umat Hindu-Budha sehingga nyadran dikatakan sebagai tindakan bid’ah bagi imat islam. Namun bisa dilihat dari sejarah islam di pulau jawa, penyebaran Islam dilakukan oleh walisongo menggunakan pendekatan budaya. Dari budaya menyembah makam leluhur diubah dengan acara membersihkan makam dan berziarah tidak lain hanya untuk mendoakan mayit serta agar kita selalu mengingat kematian. Dengan mengingat kematian, kita senantiasa mengingat Allah dan diharapkan bisa meningkatkan keimanan kita.
 
            Setelah warga setempat berziarah ke makam, pada sore harinya mereka melakukan tradisi yang disebut dengan megengan. yaitu selamatan sebelum menjalankan puasa. Tradisi megengan ini dibungkus dalam acara kenduri yang di awali dengan doa bersama dan dilanjutkan dengan berbagi makanan dengan saudara beserta tetangga. Berbagi makanan ini bisa dilakukan dengan kenduri kecil yang berisi 5 sampai 10 kepala keluarga tetangga kiri kanan rumah atau bisa juga mengirim makanan di masjid lalu berdoa bersama-sama dan bisa juga dilakukan dengan cara ater-ater pada saudara dan tetangga. Makanan yang disajikan tidak perlu harus mewah, cukup seadanya saja yang penting ada kue apemnya. Ada maksud tersendiri dari kue apem ini. Apem berasal dari kosa kata bahasa Arab ‘Afwan’ yang berarti maaf. Kue ini dijadikan simbol saling memaafkan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Semua  ini dilakukan dengan tujuan untuk mengajarkan artian berbagi kepada sesama dalam ajaran islam dan pentingnya menyambung tali silaturahmi. Tradisi nyadran dan megengan ini merupakan tradisi kejawen. Bisa jadi orang yang fanatik akan mengangggap bahwa tradisi seperti ini haram dilakukan karena bukan budaya islam sesuai yang ada di Alqur’an. Namun perlu diketahui bahwa nyadran dan megengan ini telah menjelaskan konsep islam. Islam merupakan agama yang berbudi luhur, saling memaafkan, berbagi dengan sesama dan saling mendoakan. Semua itu sudah terangkum dalam tradisi nyadran dan megengan. Tinggal kita saja yang harus pandai-pandai memetik intisari islamnya dalam tradisi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar