Kamis, 02 Februari 2017

Egoiskah Aku?

Pagi ini kota Malang diguyur hujan yang semenjak tadi malam tak kunjung reda. Tepat pukul 04.00 pagi saya harus bangun dan mempersiapkan diri karena hari ini adalah hari bersejarah dalam hidupku. Terdengar sayup-sayup suara adzan dari surau yang tak jauh dari rumahku bersahutan dengan kokok ayam yang terdengar nyaring ditelinga. Hujan kala itu tak menyurutkanku untuk tetap bersemangat pergi ke kampus tercinta. Ya, karena hari itu adalah hari bahagia dimana aku akan melangsungkan Ujian Sidang Skripsi. Hari itu saya berangkat cukup pagi. Ku pandangi raut wajah ibuku yang sedari pagi sibuk di dapur dan ku cium tangannya sembari memohon doa agar ujian hari itu berjalan dengan lancar.

Sesampainya di kampus, aku mempersiapkan perlengkapan untuk sidang. Sembari menunggu kedatangan dosen penguji, aku memandangi jendela ruangan dengan hujan yang masih tetap mengguyur. Tiba-tiba ingatanku kembali meng-flash back memori empat tahun silam ketika aku lulus SMK. Orang tuaku hampir tak percaya aku akan menempuh pendidikan hingga di perguruan tinggi. Maklum kami dari keluarga menengah ke bawah. Bahkan untuk sekolah SMK saja sangat pesimis. Bapakku bekerja serabutan, kadang menjadi tukang ojek, kadang menjadi kuli bangunan, kadang menjadi tukang kayu, kadang menjadi buruh tani. Apapun dikerjakan oleh bapak asal halal dan bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan ibuku adalah ibu rumah tangga. Penghasilan Bapak tak menentu sehingga kami sebisa mungkin harus mengelola keuangan dengan baik. Kedua orangtuaku sangat pesimis aku dapat melanjutkan SMK, karena pada saat itu bapak tidak dapat bekerja karena kecelakaan motor saat mengojek. Aku merasa menjadi anak durhaka, karena dengan kondisi yang sulit aku memaksa untuk tetap sekolah dengan jalan berhutang. Aku egois, sangat egois.

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar