Selasa, 07 Februari 2017

Merevitalisasi Pendidikan agama Sebagai Penentu Arah Masa Depan anak usia dini yang Lebih Baik



 Anak  merupakan investasi masa depan yang perlu distimulasi perkembangannya sejak usia dini. Sel-sel otak yang dimiliki anak sejak lahir tidak akan mampu berkembang secara optimal jika stimulus yang diberikan tidak tepat dan tidak mendukung perkembangannya. Salah satu wawasan yang perlu dikembangkan oleh orang tua dalam menstimulasi anak adalah penanaman nilai religi pada anak.

  Dewasa ini kesadaran akan pentingnya penanaman pendidikan agama pada anak sejak dini belum sepenuhnya muncul dalam benak masyarakat. Namun bagi orang tua yang telah menyadari pentingnya penanaman nilai religi pada anaknya ada kecenderungan orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya di sekolah yang bernuansa agamis, anak-anak diperkenalkan pendidikan agama secara dini, terpadu dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Kondisi ini disebabkan orang tua sangat menyadari bahwa pendidikan agama penting ditanamkan pada anak sejak usia dini. Kesibukan orangtua yang umumnya bekerja, baik ayah dan ibu telah menyebabkan waktu untuk menanamkan ajaran agama dalam keluarga sangat berkurang sehingga orangtua cenderung lebih mempercayakan pendidikan agama anak di sekolah tersebut. Namun apakah hal tersebut sudah dirasa cukup??? Lantas bagaimanakah langkah efektif dalam rangka upaya menanamkan nilai religi usia dini pada anak???  

Dalam penanaman pendidikan agama usia dini, ada orang tua yang peduli dan bahkan ada pula yang tidak peduli sama sekali  terhadap pengajaran pendidikan agama anak  pada saat usia dini. Hal itu disebabkan oleh 2 faktor yaitu karena orang tua benar-benar sibuk dan bisa juga disebabkan karena orang tua tidak mengerti sama sekali tentang pendidikan agama sehingga tidak dapat mengajarkan pendidikan agama pada anaknya mulai dari usia dini. Penanaman nilai religi yang telah dilakukan oleh para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah islami memang baik, namun lebih baik lagi jika pendidikan agama itu di tanamkan pada anak-anak mereka mulai sejak dini dibiasakan dalam lingkup keluarga,dan guru atau pengajar utamanya adalah orang tua mereka sendiri. Percuma  jika anak disekolahkan di sekolah islami namun tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka dirumah maupun dilingkungan sekitarnya. Anak hanya menerapkan ilmu keagamaannya di sekolahnya saja hanya karena tuntutan nilai sedangkan di rumah tidak diterapkan karena merasa tidak ada tuntutan dan kurangnya motivasi dari orang tuanya sendiri. Wajar jika sekolah islami memberikan pelajaran agama dengan alokasi waktu yang relatif banyak. Namun yang harus kita soroti adalah bagaimana dengan sekolah umum yang notabenenya memberikan pelajaran umum? Sekolah umum biasanya hanya memberikan pembelajaran pendidikan agama hanya sekali pertemuan dalam satu minggu dan itu pun hanya 90 menit saja. Sugguh sangat miris bukan? Seolah-olah pelajaran agama disampingkan dan pelajaran adaptif paling diutamakan hanya karena tuntutan standart pendidikan nasional yang berujung dengan adanya evaluasi yang di sebut dengan UN atau Ujian Nasional. Banyak sekolah yang mengeluarkan output anak-anak yang berotak  IPTEK namun  sedikit sekali yang mengeluarkan output anak-anak yang berotak IPTEK plus ber-IMTAQ. Sangat disayangkan jika generasi muda kita tidak bisa mengimbangi antara penguasaan terhadap IPTEK dan IMTAQ. Dari sinilah kita bisa menarik kesimpulan bahwa peran orang tua sangat penting dalam penanaman nilai religi sejak dini karena pendidikan disekolah belum bisa menjamin penanaman moral dan upendidikan religi dalam diri anak.

Bentuk kepedualian orang tua terhadap penanaman beragama usia dini tidak hanya dalam bentuk menyekolahkan anaknya di PAUD/TK yang bernuansa agamis saja,hal itu bisa dilakukan dengan mendidik anak ketika di rumah dan di masyarakat. Di rumah orang tua hendaknya selalu membiasakan anak beribadah,dll sedangkan di masyarakat orang tua bisa mengikutkan anaknya untuk belajar tentang agama di TPQ (Tempat Pendidikan Qur’an). Apalagi saat ini TPQ sudah menjamur di tengah masyarakat sehingga sangat memudahkan para orang tua untuk menanamkan nilai religi anak usia dini. Namun orang tua juga harus waspada karena saat ini pengaruh media elektronik sangat berdampak terhadap anak. Misalnya saja pengaruh tontonan TV yang menayangkan sesuatu yang tidak pantas dilihat oleh anak-anak usia dini, HP yang menawarkan fiture bermacam-macam, game yang bisa membuat anak kecanduan sehingga anak malas belajar dan beribadah,dst

Seseorang yang lahir dan tinggal di lingkungan yang baik, bermoral dan bernuansa agamis sangat mendukung sekali dalam upaya menumbuhkan kesadaran hidup bermoral dan berakhlak pada anak. Contoh kecil yang bisa kita terapkan yaitu misalnya dengan cara membiasakan anak untuk mengikuti shalat berjamaah dengan orang tua, selalu mengingatkan anak membaca doa sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Misalnya saja ketika anak makan, sebelum makan orang tua menuntun anaknya membaca doa sebelum makan dan ketika selesai juga dituntun membaca doa sesudah makan. Jika hal-hal kecil seperti ini dibiasakan orang tua sejak usia dini maka anak akan terbiasa kelak ketika dewasa. Komunikasi dalam keluarga juga sangat penting, sesekali orang tua mengajak berdiskusi dengan anak tentang moral, bagaimanakah sikap seorang muslim sebagai insan yang mulia,pentingnya mensyukuri nikmat,dll atau sekedar bercengkrama dan curhat masalah pribadi anak agar anak selalu terbuka.

Pendidikang harus mempunyai landasan yang jelas dan terarah. Landasan tersebut sebagai acuan atau pedoman dalam proses penyelenggaraan pendidikan, baik dalam konteks institusi pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Landasan yang jelas dan terarah yang dimaksud adalah pendidikan harus berprinsip pada pengembangan nilai-nilai moral dan agama, di samping aspek-aspek lain yang berkaitan dengan bidang-bidang pengembangan. Hal ini sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengantarkan anak didik menuju kedewasaan berpikir, bersikap, dan berperilaku secara terpuji (akhlak al-karimah). Upaya tersebut bisa dilakukan oleh para pendidik (guru dan orang tua) sejak usia dini, yakni ketika masa kanak-kanak.

Pendidikan nilai-nilai moral dan keagamaan bisa kita terapkan pada program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya. Bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan keagamaan. Nilai-nilai luhur ini pun dikehendaki menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila lainnya dalam pancasila.

Ide perlunya pengembangan moral dan nilai-nilai agama sejak kecil yang dimulai pada anak usia dini pada dasarnya diilhami oleh sebuah keprihatinan atas realitas anak didik bahkan output pendidikan di Indonesia dewasa ini yang belum sepenuhnya mencerminkan kepribadian yang bermoral (akhlak al-karimah), yakni santun dalam bersikap dan berperilaku sebagaimana contoh yang telah dikemukakan. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam sistem pendidikan kita, khususnya pada jenjang pendidikan yang paling dasar (pra sekolah). Oleh karenanya, sebagai upaya awal perbaikan terhadap sistem pendidikan di Indonesia maka sangat diperlukan adanya pengembangan moral dan nilai-nilai agama sejak dini sebagai upaya pengokohan mental-spiritual anak.

 Setiap masyarakat mempunyai ukuran-ukuran yang digunakan untuk menentukan baik-buruk tingkah laku. Ukuran-ukuran itu dapat berupa tata cara, kebiasaan atau adat-istiadat yang telah diterima oleh suatu masyarakat. Ukuran yang digunakan untuk menentukan baik-buruk inilah yang biasanya disebut dengan istilah moral. Istilah moral ini berkenaan dengan bagaimana seseorang seharusnya berperilaku dengan dunia sosialnya. Berkaitan dengan aturan-aturan berperilaku tersebut, anak dituntut untuk mengetahui, memahami, dan mengikutinya. Perubahan-perubahan dalam dalam hal pengetahuan, pemahaman, dan penerapan aturan-aturan ini dipandang sebagai perkembangan moral seseorang.

Adapun metode pembelajaran agama pada anak usia dini yang bisa dilakukan orang tua yaitu memberikan ketauladanan pada anak. Orang tua bisa memberikan contoh-contoh yang baik pada anaknya sedangkan bagaimana dengan orang tua yang tidak mengerti tentang pendidikan agama? Orang tua bisa memotivasi anaknya. Ketika anak belajar, orang tua mendampingi  anaknya dengan begitu orang tua bisa belajar banyak dari anak. Contohnya ketika anak-anak menghafal surat-surat pendek atau doa-doa sehari-hari , orang tua tanpa sengaja ikut menghafal saat menyimak anaknya. Sehingga tanpa disadari anak menjadi guru bagi orang tuanya.

Banyak sekali cara unik yang bisa menarik perhatian anak dan menjadi media pembelajaran penanaman pendidikan agama sesuai dengan kebutuhan anak. Misalnya saja yang sering kita temui di pasaran yaitu bentuk  jilbab yang lucu, mukena berwarna-warni seperti yang disukai anak (bisa  juga bermotif namun jangan sampai mengganggu konsentrasi ketika beribadah),dan masih banyak lagi pernak-pernik bernuansa religi yang bisa menyedot minat perhatian anak agar lebih bersemangat lagi ketika belajar agama. Selain itu di rumah orang tua juga bisa menempelkan doa sehari-hari pada tempat tertentu untuk memudahkan anak menghafalnya. Misalnya pada pintu masuk kamar mandi di tempel doa masuk dan keluar kamar mandi, di ruang makan di tempel doa sebelum dan sesudah makan. Tulisan bisa di hias semenarik mungkin agar anak tidak malas membacanya. Atau bisa juga ibu maupun ayah mendongengkan cerita islami sebagai media pengantar tidur seperti kisah nabi atau dongeng ketauladanan.  Menonton film-film religi bersama keluarga juga bisa menjadi alternatif untuk mengenalkan ajaran agama pada anak, anak bisa tahu mana perbuatan baik dan buruk yang bisa di petik dari sebuah film. Dan untuk menghindari kebosanan dalam belajar, orang tua juga bisa memperdengarkan lagu-lagu religi, sholawat atau yel-yel islami seperti tepuk islam,tepuk iman, dll agar anak lebih antusias dalam mempelajari pendidikan islam yang tentunya bisa dimodifikasi semenarik mungkin sesuai selera anak-anak.

Perkembangan moral anak usia prasekolah (PAUD) berada pada tingkatan yang paling dasar yang dinamakan dengan penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral (secara kokoh). Namun sebagian anak usia PAUD ada yang sudah memiliki kepekaan atau sensitivitas yang tinggi dalam merespon lingkungannya (positif dan negatif). Misalkan ketika guru/orang tua mentradisikan atau membiasakan anak-anaknya untuk berperilaku sopan seperti mencium tangan orang tua ketika berjabat tangan, mengucapkan salam ketika akan berangkat dan pulang sekolah, dan contoh-contoh positif lainnya maka dengan sendirinya perilaku seperti itu akan terinternalisasi dalam diri anak sehingga menjadi suatu kebiasaan mereka sehari-hari. Anak sebagai generasi yang akan meneruskan kehidupan berbangsa dan bernegara, apabila telah memiliki ciri-ciri yang penulis paparkan di atas maka sebenarnya hal ini ekivalen  dengan pendidikan berkarakter ( Character Building), yang sedang digalakan oleh pemerintah (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) sebagai Kurikulum Nasional.Demikian pula sebaliknya kalau kebiasaan negatif itu dibiasakan kepada anak maka perilaku negatif itu akan terinternalisasi pula dalam dirinya, ini akan berdampak berperilaku yang merugikan lingkungannya, keluarga maupun teman sekolahnya, misalnya anak yang nakal, suka menggoda (usil) terhadap temannya, setelah temannya menangis maka dia tinggalkan begitu saja. Kenyataan seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, perlu ditangani secara serius. Agar anak-anak tersebut kembali menemukan jati dirinya yang positif.

Oleh karena itulah jika suatu bangsa ingin menjadi bangsa yang kuat maka penting sekali usaha untuk memanamkan nilai moral dan religi dalam diri generasi anak bangsanya karena mengingat bahwa pendidikan moral dan religi tidak perlu diragukan lagi fungsi dan manfaatnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar